Selasa, 05 Januari 2016

Surat Pertama.


Untuk Tuan yang pernah singgah dihati ini...
(Yang raganya mungkin telah pergi dari hati ini, tetapi kebaikannya akan tetap dan selalu ku ingat)

Hallo, Tuan...
Udara dikamarku sore ini begitu sumpek dan pengap. Aku sendiripun tak tahu mengapa. Meski mesin pendingin ruangan sedaritadi mengeluarkan hawa yang dingin, namun tetap saja tak mengubah udara yang kurasakan saat ini. Mungkin karena kondisiku yang tak begitu fit sore ini.

Tuan, aku tumbang. Aku sakit. Aku merasa badanku tak enak sedaritadi, kepalaku pusing, dan suhu badanku tinggi. Tak biasanya aku seperti ini, tuan. Meski tugas yang tak henti - hentinya menghujaniku ataupun masalah yang tak pernah bosan mengajakku bermain, aku tak pernah seperti ini. Entah mengapa sejak aku tahu bahwa sebentar lagi masa-masa sekolahku akan berakhir aku jadi seperti ini; resah akan semuanya. Mulai dari Ujian Nasional yang tinggal menghitung bulan, juga SNMPTN yang sebentar lagi akan dibuka pendaftarannya, namun aku masih bimbang Universitas dan jurusan apa yang akan aku ambil. Itu semua membuat fikiranku terbagi.

Oh Tuan, seringkali aku merutuki diriku sendiri. Mengapa semakin kesini aku semakin tak punya tujuan. Tak tahu arah mana yang akan kuambil. Tidak, tuan. Bukan karena aku sudah bosan dengan hidupku dan sengaja seperti ini, bukan. Aku hanya selalu berfikir tiap kali aku mencoba menentukan pilihan. "Akankah bisa orang sepertiku melanjutkan hidup jika aku memilih ini?" ; "Jika aku memilih ini, akankah orangtuaku akan setuju dengan pilihanku?" atau "Dengan prestasiku yang tak cukup bagus bisakah aku memilih pilihan ini?" aku bosan, Tuan. Kejadiannya selalu seperti ini. Betapa beruntungnya dirimu dianugerahi kecerdasan yang luar biasa sehingga kamu tak akan pernah merasakan apa yang aku rasakan ini. Beruntunglah kamu bisa memilih pilihanmu sendiri dengan tanpa ragu sedikitpun, Tuan.

Tuan, asal kamu tahu...
Aku menulis ini dengan fikiran yang terbagi-bagi. Terus menyudahi tulisan ini hingga selesai atau melupakan tulisan ini dan fokus dengan beberapa tumpuk buku kumpulan soal yang sudah kupersiapkan sebelumnya. Awalnya aku sempat ragu, Tuan. Namun kuputuskan untuk terus menyudahi tulisan ini karena bayang-bayangmu terus berlarian dalam fikiranku sedaritadi. Aku tak kuat. Pusing yang kuderita akan bertambah parah jika aku tak menyelesaikan tulisan ini karena terus dihantui olehmu dalam fikiranku. Hahaha aku bodoh ya, Tuan? Ya, kamu boleh menertawakanku sepuas hati. Aku baru sadar dan baru memercayai satu kalimat yang sedari awal selalu kutentang kebenarannya. "Cinta itu dapat membuat seseorang menjadi gila dan lupa diri."

Tuan, asal kamu tahu...

Ternyata kalimat itu benar adanya. Dan sekarang, tepatnya malam ini; disaat demam ini sedang menyerangku, aku mengalaminya. Mengalami makna 'menjadi gila' dalam kalimat tersebut. Bagaimana tidak, disaat kondisiku yang seperti ini saja aku masih terus memikirkanmu. Memikirkanmu yang aku-pun-tahu tak akan pernah memikirkanku. Aku yakin jika kamu membaca tulisanku ini kamu pasti akan tertawa geli. Gadis pemalu ini tak tahu diri rupanya. Namaku saja sudah tak ada lagi dalam hatimu, jadi bagaimana mungkin kau akan merindukanku? Maaf, Tuan. Aku terlalu naif dengan semua ini. Aku teralu percaya bahwa suatu saat nanti kita akan kembali menjalin hubungan baik satu sama lain. Saling berbagi cerita dan saling mengasihi satu sama lain seperti dulu. Ya, begitu.




Dari aku yang sudah pergi dari hatimu
Yang kelasnya berada dibawah ruang kelasmu
Yang selalu menanti kamu turun dari depan kelasku
Yang selalu membeku tiap berpapasan denganmu
Yang seringkali sungkan untuk menyapamu terlebih dahulu
Yang (mungkin masih) mencintaimu. 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.